Selasa, 05 Januari 2010

Lima Manfaat Tempe


Sudah banyak penelitian yang membuktikan bahwa tempe adalah makanan sehat. Dibanding makanan lain yang terbuat dari kedelai, tempe dibuat dari kedelai utuh. Itu yang membuat tempe jadi unik dengan manfaat sebagai berikut:

1. Tinggi serat
Satu sajian tempe mengandung serat yang sangat tinggi. Serat ini dibutuhkan untuk kesehatan saluran pencernaan sekaligus mencegah aneka penyakit kronis di masa depan.

2. Mudah dicerna
Tempe adalah pilihan makan yang baik untuk orang yang punya kesulitan mencerna makanan berprotein tinggi yang berasal dari tumbuhan seperti kacang-kacangan. Proses fermentasi tempe membuat kacang kedelai dalam tempe menjadi lebih lembut karena enzim yang diproduksi ragi sebelumnya sudah mencerna nutrisi yang ada di biji kedelai.

Jamur Rhizopus dalam tempe memproduksi enzim phytase yang mencerna phytates, sehingga meningkatkan penyerapan mineral seperti zinc, besi, dan kalsium. Proses fermentasi juga mengurangi oligosakarida yang membuat kacang kedelai susah dicerna. Penelitian membuktikan, tempe tidak menyebabkan kembung.

3. Bagus untuk pola makan rendah garam
Tidak seperti makanan produk kedelai yang difermentasi seperti miso yang cenderung sangat asin, tempe sangat rendah garam, sehingga aman dikonsumsi orang yang harus mengurangi garam.

4. Mengandung antibiotika alami
Jamur Rhizopus memproduksi zat antibiotika alami untuk melawan sejumlah organisme merugikan. Zat antibiotika alami dalam tempe ini bisa jadi obat untuk disentri bila dikonsumsi setiap hari.

5. Bagus untuk diabetesi

Protein dalam tempe bagus untuk pasien diabetes yang sering bermasalah dengan sumber protein hewani. Protein dan serat dalam tempe juga dapat mencegah kenaikan gula darah dan menjaga kadar gula darah tetap terkontrol. (GHS/diy)


Sumber:

http://kesehatan.kompas.com/read/2009/10/06/13033343/lima.manfaat.tempe

6  Oktober 2009



Sumber :
http://www.zonaberita.com/images/tempe-crop.jpg

Fermentasi Tempe

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.

Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.

Persamaan Reaksi Kimia:

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)

Dijabarkan sebagai:

Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)

Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan.

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus, sehingga membentuk padatan kompak berwarna putih. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”.

Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakanjamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh.

Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur.

Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease. Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi. Kandungan protein yang dinyatakan sebagai kadar total nitrogen memang tidak berubah selama fermentasi. Perubahan terjadi atas kadar protein terlarut dan kadar asam amino bebas.

Berdasarkan suatu penelitian, pada tahap fermentasi tempe ditemukan adanya bakteri Micrococcus sp. Bakteri Micrococcus sp. adalah bakteri berbentuk kokus, gram positif, berpasangan tetrad atau kelompok kecil, aerob dan tidak berspora, bisa tumbuh baik pada medium nutrien agar pada suhu 30°C dibawah kondisi aerob. Bakteri ini menghasilkan senyawa isoflavon (sebagai antioksidan).

Adanya bakteri Micrococcus sp. pada proses fermentasi tempe tidak terlepas dari tahapan pembuatan tempe, yang meliputi: penyortiran, pencucian biji kedelai diruang preparasi, pengupasan kulit, perebusan kedelai, perendaman kedelai, penirisan, peragian, pembungkusan, dan pemeraman. Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain, waktu, suhu, air, pH, suplai makanan dan ketersediaan oksigen.

Sumber :
http://sutikno.blog.uns.ac.id/2009/04/28/fermentasi-tempe/
28 April 2009

Tempe, "Makanan Rakyat yang Mendunia"

Anda salah besar jika mengira tempe hanyalah santapan kelas rendah untuk orang pinggiran. Makanan asli Indonesia ini sudah disebut-sebut sejak dari Serat Centini hingga buku History of Java karangan Stanford Raffles. Bahkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengakui tempe sebagai makanan bernutrisi tinggi yang berkhasiat mencegah dan mengatasi berbagai penyakit.

Hasil penelitian tentang senyawa pembentuk tempe di sejumlah negara maju, seperti AS, Jepang, Inggris, dan Jerman ternyata berbuah positif. Tak heran, berbagai buku resep tentang cara mengolah tempe menjadi makanan lezat nan bernutrisi tinggi kini bermunculan di negara-negara kaya tersebut. Sebenarnya apa istimewanya tempe sehingga bisa mendunia?

Tempe adalah hasil fermentasi kacang kedelai dengan kapang rhizopus atau biasa dikenal sebagai ragi tempe, yaitu sejenis jamur yang dapat mengurai protein di dalam kacang kedelai menjadi asam amino, sehingga lebih mudah dicerna tubuh. Artinya, kandungan protein tempe berbeda dengan kandungan protein dalam kacang kedele (sumber bahan bakunya), terutama dalam proses penyerapan. Tempe telah melalui proses fermentasi (oleh jamur Rhizopus Oligosporus) sehingga protein yang terkandung di dalamnya telah mengalami proses degradasi oleh jamur hingga memudahkan penyerapannya di dalam tubuh. Oleh karena itulah, tempe sangat baik untuk dikonsumsi oleh segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia).

Kandungan Nutrisi Tempe

Mutu gizi tempe yang tinggi juga memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu makanan serealia dan umbi-umbian. Misalnya bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, dan gaplek-tempe dalam perbandingan 7:3 sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita sekalipun. Hidangan makanan sehari-hari seperti nasi, jagung, bahkan tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambahkan tempe. Sepotong tempe (50gr) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 gr nasi.

Dengan hanya kira-kira 2 potong tempe (100gr) mampu mencukupi kebutuhan harian protein dan asam amino sebesar 37%. Jenis protein dan asam amino yang terkandung dalam tempe sangatlah lengkap. Yang terbanyak secara berurutan adalah glutamic acid, aspartic acid, leucine, arginine, proline, serine, alanine, valine, lysine, phenylalanine, isoleucine, threonine, gycine dan tyrosine.

Pada proses fermentasi tempe terjadi peningkatan level ketidakjenuhan lemak sehingga kandungan asam lemak tak jenuh (PUFA) dalam tempe cukup baik. Bahkan 100 gr tempe (2 potong) mengandung 220mg asam lemak Omega 3 dan 3590mg asam lemak Omega 6.

Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat baik. Bahkan tempe merupakan satu-satunya sumber vitamin B12 dari bahan pangan nabati (umumnya vitamin B12 hanya terkandung pada bahan pangan hewani). Karena hal itulah kaum vegetarian menjadikan tempe sebagai pengganti daging. Vitamin lain yang terkandung dalam tempe adalah vitamin B2 (riboflavin), B6 (piridoksin), B1 (thiamin), niasin, asam folat, dan asam pantotenat.

Untuk kandungan mineral makro dan mikro terbesar dalam tempe berturut-turut adalah mangaan, tembaga, fosfor, magnesium, besi, potassium, kalsium dan zinc. Positifnya, kapang tempe menghasilkan enzim filase yang mampu menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol sehingga zat besi, kalsium, magnesium dan zinc lebih tersedia untuk diserap darah dalam tubuh.

Tempe juga mengandung tiga jenis isoflavon yang merupakan zat antioksidan penting bagi tubuh dan mengandung antioksidan faktor II yang bersifat paling kuat dibanding isoflavon dalam kedelai.

Manfaat dan Khasiat Konsumsi Tempe

Dengan melihat beberapa kandungan nutrisi tempe diatas maka dapat disimpulkan beberapa manfaat dan khasiat konsumsi tempe adalah:

1. Sumber protein yang tinggi dengan kandungan sekitar 18 jenis protein dan asam amino yang mudah dicerna tubuh. Sangat cocok untuk mereka yang menjalani diet dan weight loss seperti para atlit binaraga dan fitness mania.
2. Menetralkan efek negatif kolesterol jahat karena banyak mengandung lemak tak jenuh majemuk (PUFA), niasin, Omega 3 dan 6 sehingga dapat menurunkan resiko serangan jantung (koroner).
3. Sumber vitamin (terutama vitamin B) yang sangat bermanfaat untuk metabolisme sel darah merah, kesehatan kulit dan otot (muscle tone), meningkatkan kekebalan dan fungsi sistem syaraf, meningkatkan hormon pertumbuhan, dan mencegah anemia serta kanker pankeras.
4. Sebagai penangkal radikal bebas mencegah berbagai penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan lain-lain) dan berbagai jenis kanker (pankreas, prostat dan payudara) sekaligus mencegah penuaan dini karena mengandung antioksidan kuat (3 jenis isoflavon).
5. Mencegah anemia karena kandungan berbagai mineral yang tinggi dan mudah diserap darah sekaligus mencegah osteoporosis.
6. Sebagai zat antibiotik dan antibakteri pencegah infeksi bakteri E. coli penyebab diare dan kolera.
7. Mengandung serat tinggi sehingga berfungsi mengendalikan kadar gula darah sehingga cocok bagi penderita diabetes.
8. Sebagai zat penawar antidotum atau anti keracunan logam berat (sianida) karena mengandung ion-ion positif seperti halnya pada putih telur dan susu.
9. Hipokolesterolemik, menurunkan lipid atau lemak dalam darah.
10. Mencegah tibulnya gejala flatulensi (kembung perut) karena mampu menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa.
11. Mudah dicerna oleh semua kelompok umur, dari bayi sampai usia lanjut.

Jangan Digoreng

Terakhir yang perlu Anda perhatikan, agar semua nutrisi tempe dapat bermanfaat dan berkhasiat bagi tubuh, maka masaklah tempe dengan cara direbus, dibacem, disemur atau sebagai campuran sayur sup. Jika tempe dimasak dengan digoreng maka akan menghilangkan berbagai kandungan nutrisi bermanfaat dan berkhasiat diatas.


Sumber :
http://www.sportindo.com/page/127/Food_Nutrition/Articles_Tips/Tempe_Makanan_Rakyat_yang_Mendunia.html

Menggali Potensi Tempe sebagai Penurun Tekanan Darah

Prof Dr Ir Made Astawan MS

PERUBAHAN pola makan yang menjurus ke konsumsi makanan siap santap yang mengandung lemak, protein, dan garam tinggi namun rendah serat, memicu berkembangnya penyakit degeneratif seperti jantung, diabetes mellitus, aneka kanker, osteoporosis, dan hipertensi (tekanan darah tinggi).

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga 1995 menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia cukup tinggi, 83 per 1.000 anggota rumah tangga, dimana umumnya perempuan lebih banyak menderita hipertensi dibanding pria dan prevalensi di daerah luar Jawa-Bali lebih besar dibanding Jawa-Bali. Hal tersebut terkait erat dengan pola makan, dimana konsumsi garam umumnya tinggi di luar Jawa dan Bali .

Makanan asli Indonesia seperti tempe , telah terbukti dapat mencegah masalah gizi ganda (akibat kekurangan dan kelebihan gizi) beserta berbagai penyakit yang menyertainya, baik penyakit infeksi maupun penyakit degeneratif.

Penelitian mengenai kadar gizi tempe serta potensinya sebagai antibakteri, antioksidan, antidiare dan penurun kolesterol, relatif sudah banyak dilakukan. Namun, kaitannya dengan tekanan darah belum banyak terungkap. Beberapa literatur menyatakan, tempe dapat mencegah hipertensi, tetapi penyebab dan mekanisme reaksi belum diketahui. Tempe dikonsumsi dalam tiga bentuk utama yaitu generasi I, II dan III. Pada generasi I tempe dikonsumsi secara tradisional dalam bentuk keripik, bacem, atau sambal goreng tempe . Tempe generasi II berbentuk tepung yang dapat digunakan sebagai ingredien pangan untuk meningkatkan kadar gizi dan serat, pengawet alami, dan menanggulangi diare pada anak-anak.

Pada generasi III tempe diolah sebagai konsentrat protein, isolat protein, peptida, serta komponen bioaktif lainnya. Di masa depan, hasil olahan tempe generasi III tampaknya akan berprospek sangat cerah untuk kebutuhan medik maupun gizi.

Akhir-akhir ini banyak peneliti (terutama Jepang) berminat pada cara pencegahan hipertensi dengan memanfaatkan komponen aktif dalam bahan pangan. Salah satu komponen aktif yang mendapat perhatian utama adalah peptida hasil penguraian protein oleh enzim protease.

Beberapa peptida penurun tekanan darah telah berhasil diisolasi dari berbagai bahan pangan sumber protein, seperti kasein, kedelai, jagung, kecap, ikan, dan lain-lain. Walaupun aktivitas peptida-peptida tersebut masih lebih rendah dari obat penurun tekanan darah komersial (seperti captopril dan enalapril), penemuan tersebut telah memberi arti yang sangat penting dari segi medis, terutama karena bersumber dari bahan alami yang aman untuk dikonsumsi.

Hipertensi

Penyakit hipertensi sering disebut the silent disease karena seseorang umumnya tidak mengetahui dirinya menderita hipertensi, sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogenous group of disease, karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial-ekonomi.

Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90% pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini.

Golongan kedua adalah hipertensi sekunder yang penyebabnya telah pasti, misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian oral kontrasepsi, dan terganggunya keseimbangan hormon.

Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas faktor yang tidak dapat dikontrol (seperti keturunan, jenis kelamin dan umur) dan faktor yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, konsumsi alkohol dan konsumsi garam). Dengan demikian, sesungguhnya hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan dan aktivitas fisik yang cukup.

Secara umum, seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya adalah 120/80 mmHg). Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Tekanan darah diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah (lihat Gambar). Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

Khasiat tempe

Apresiasi masyarakat terhadap tempe perlu ditingkatkan dengan penyuluhan kandungan gizi dan khasiat medisnya. Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan semakin dikenalnya khasiat dan keunggulan tempe, meningkatkan peluang konsumsi tempe di masa mendatang.

Hasil penelitian kami (Astawan et al, 1998) yang didanai oleh proyek Riset Unggulan Terpadu (RUT) dari Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi menunjukkan, hidrolisat tempe berpotensi menurunkan tekanan darah pada tikus percobaan yang mengalami hipertensi. Perlakuan utama pada penelitian itu adalah pengaruh jenis inokulum dan lama waktu fermentasi kedelai terhadap aktivitas penurunan tekanan darah tempe yang diuji dengan tikus jenis SHR (spontaneously hypertensive rats).

Terdapat tiga jenis kultur dalam pembuatan tempe, yaitu kultur campuran, kultur murni, dan kultur murni campuran. Pada kultur campuran (yang sering dikenal sebagai laru pasar), selain mengandung kapang juga mengandung bakteri dan khamir. Kultur murni hanya mengandung satu jenis mikroorganisme, misalnya Rhizopus oligosporus. Campuran dua atau tiga kultur murni adalah kultur murni campuran.

Enzim protease yang dihasilkan oleh kapang selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe akan menguraikan protein (polipeptida) menjadi peptida-peptida yang lebih pendek dan asam amino bebas. Beberapa dari peptida yang dihasilkan tersebut (terutama yang terdiri dari 5-10 asam amino) dapat berperan sebagai penurun tekanan darah, melalui suatu aksi penghambatan terhadap kerja angiotensin I converting enzyme (ACE).

Dengan adanya peptida yang bersifat sebagai penghambat ACE (ACE inhibitor), maka kerja ACE dalam mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II akan terganggu sehingga tekanan darah dapat diturunkan (lihat Gambar).

Dari hasil penelitian kami, diketahui bahwa kultur campuran (laru pasar) menghasilkan tempe dengan potensi hipotensif (penurun tekanan darah) lebih besar dibandingkan kultur murni Rhizopus oligosporus NRRL 2710. Dengan demikian tempe yang dibuat secara tradisional oleh para pengrajin tempe Indonesia bersifat lebih menguntungkan dibandingkan tempe yang dibuat di luar negeri yang umumnya menggunakan kultur murni.

Dari penelitian kami diketahui bahwa waktu fermentasi kedelai terbaik untuk menjadi tempe dengan khasiat penurun tekanan darah yang terbaik adalah 36 jam. Fermentasi yang melebihi 36 jam, menyebabkan enzim protease tidak hanya menghidrolisis protein menjadi peptida, tetapi juga menjadi asam amino bebas dan amonia yang tidak memiliki aktivitas sebagai ACE inhibitor.

Dampak pemberian ransum yang mengandung tepung tempe (43 persen dari total ransum) dibandingkan dengan kontrol (kasein) selama 21 hari percobaan terhadap tikus hipertensi menunjukkan bahwa pemberian ransum tempe mampu menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 46 poin (24 persen penurunan) dan tekanan darah diastolik sebesar 37 poin (23 persen penurunan).

Tempe tiap hari

Walaupun penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tikus hipertensi, namun hasilnya dapat diekstrapolasikan ke manusia. Artinya hal yang sama juga dapat terjadi pada manusia, tetapi tentu saja dengan dosis dan lama waktu yang berbeda. Informasi dari penelitian ini hanyalah merupakan informasi awal bahwa tempe memiliki aktivitas hipotensif bagi penderita hipertensi.

Cara terbaik untuk mengoptimalkan khasiat tempe bagi tubuh kita, adalah dengan mengonsumsinya setiap hari dalam jumlah yang cukup berarti. Variasi penggunaan tempe dalam berbagai resep masakan perlu dilakukan untuk menghindari kebosanan terhadap menu yang sama.

Agar dapat digunakan secara lebih praktis, maka jenis peptida penurun tekanan darah yang terdapat pada tempe dapat diisolasi dan dimurnikan. Selanjutnya, komponen aktif yang diperoleh dapat diolah dalam bentuk tablet atau kapsul yang dapat digunakan sebagai food supplement. Untuk itu diperlukan teknologi dan dana investasi yang cukup besar. Apakah ada industri yang berminat?



Sumber :
http://www.kompas.com, dalam :
http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_ntrtnhlth_tempe3.php

Tempe : Jangan Menganggap Sepele yang Namanya Tempe.

Jangan menganggap sepele yang namanya tempe.

Bahan makanan, lauk pokok bagi sebagian masyarakat Jawa ini, yang dianggap kelas bawah bisa ke Istana Negara, Jakarta. Dalam artian sebenarnya maupun kiasan. Dalam artian sebenarnya, karena Presiden Yudhoyono termasuk penggemar "berat" tempe-seperti juga presiden sebelumnya, Soekarno maupun Soeharto.

Dalam arti kiasan karena sekitar 5000 pengusaha tempe melakukan demo untuk penurunan harga kedelai-yang menjadi bahan baku tempe. Harga kedelai naik dua kali lipat, kalau sebelumnya harganya Rp. 3. 450 per kilo, menjadi Rp. 7.500. Para juragan tempe yang jumlahnya di negeri ini mencapai jutaan, tak bisa berproduksi lagi.

Kalau ingar bingar dan koor menjeritkan tempe terdengar kompak dan semarak, bisa dimengeri banget. Lebih dari makanan atau lauk pauk lain, tempe-dan saudara kembarnya tahu, adalah lauk utama dan terutama bagi sebagian besar masyarakat kita.

Baik bagi mereka yang dibesarkan dengan tempe-karena susah membeli daging, dan ini menjadi kebiasaan meskipun kemudian bisa melahap beef, steak, salmon, atau mereka yang bernostalgia dengan berbagai variannya.

Ada berbagai jenis tempe yang manandai betapa luas pengaruhnya di masyarakat. Ada tempe benguk, yang dibuat dari kara benguk, Mucuna utilis, Mucuna pruriens, bukan kedelai. Ada juga tempe bongkrek, yang dibuat dari ampas kelapa.

Bahkan ketika dikabarkan sistem fermentasinya menimbulkan racun yang mematikan, pembelanya masih banyak. Ada tempe gembus, dari bahan ampas tahu. Nilai gizinya sedikit berkurang, tapi lebih murah, dan memang gembus alias lunak, benar-benar mak-nyus di lidah.

Ada tempe gude, karena bahannya adalah kacang koro gude, Dolichos Lablab. Cara memasakanya pun bisa digoreng dengan minyak, direbus, dibacem- perpaduan keduanya, bisa dihidangkan polos atau dicampurkan dalam berbagai sayuran.

Rasa-rasanya tak berlebihan untuk mengatakan bahwa nenek moyang kita dalam menciptakan tempe adalah tokoh yang jenius. Betapa indah, mudah disajikan-bahan baku kedelai adalah jenis tanaman yang bisa tumbuh alami di daerah tropis, murah harganya, dan gizi melimpah.

Dalam tempe terkandung protein yang kaya akan senyawa gizi untuk kesehatan dan kebugaran. Antara lain lesitin, penghambat penyakit jantung koroner, serta antioksidan, antibiotik, antivirus, dan zat pengatur tumbuh.

Dengan kata lain memenuhi persayarakatan kesehatan-juga keenakan bagi lidah, komplet-plet. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pernah memuji tempe dan menghargai kebiasaan makan tempe bagi masyarakat Indonesia.

Beberapa peneliti di Amerika Serikat dan Belanda-dari sekian banyak yang meneliti tempe, mempunyai kesimpulan yang kurang lebih sama.

Masih banyak yang disertakan untuk memperkuat nilai lebih dari tempe. Yang kesemuanya menambah pujian bagi produk yang sangat merakyat ini. Masalahnya kemudian yang membuat membelalak adalah: kenapalah bahan makanan yang sedemikian mengakar dan membumi, yang bahannya juga tumbuh di sini, dan cara memproduksinya tak memerlukan modal besar dan karenanya menyertakan para juragan tempe dari warga masyarakat, bisa sekarat?

Dalam artian pedih, sesambat rakyat bisa lebih menyayat: kalau kita terima makan tempe-dan bukan daging, sekarang dipersulit, apa lagi yang tersisa?

Ini yang perlu mendapat perhatian besar.

Karena tempe bukan sekadar makanan biasa yang mudah tergantikan, melainkan sudah menjadi simbol, menjadi penanda keberadaan masyarakat secara keseluruhannya. Masyarakat yang pasti merasa disepelekan, merasa makin tidak diurusi, kala tempe menghilang dari peredaran.

Barang kali sebutan sebagai bangsa tempe-tadinya sebutan yang bernada negatif, bukan sebutan berlebihan. Bukan karena pertanda bangsa yang lembek, melainkan karena memang sebagian hidup bersama tempe.

Makanya, jangan anggap sepele.

Sumber :
http://jurnalnasional.com/show/kolom?page=3&rubrik=Simpul&berita=31463&pagecomment=1
17 Januari 2008

Inokulum Tempe

Inokulum tempe disebut juga dengan starter tempe dan banyak pula yang menyebut dengan nama ragi tempe. Starter atau inokulum tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifat karakteristiknya menjadi tempe (Kasmidjo, 1990). Menurut Sarwono (2004), inokulum tempe atau laru adalah kumpulan spora kapang tempe yang digunakan sebagai bahan pembibitan dalam pembuatan tempe. Laru mengandung spora-spora kapang yang pada pertumbuhannnya menghasilkan enzim yang dapat mengurai substrat yang lebih kecil, lebih mudah larut serta menghasilkan flavour dan aroma yang khas. Laru tempe mengandung paling sedikit 3 jenis spesies kapang, yaitu kapang Rhizopus oligosporus, R. oryzae, dan R. stolonifer. Menurut Koswara (1995), jenis kapang yang berperan utama dalam pembuatan tempe adalah R. oligosporus.

Menurut Hermana dan Mien (1996), penambahan atau pengurangan jumlah inokulum pada kondisi fermentasi (media dan suhu) yang sama akan mempersingkat atau memperpanjang masa fermentasi. Pada proses fermentasi, kapang membutuhkan oksigen yang cukup untuk memacu pertumbuhannya, apabila kadar oksigen kurang maka pertumbuhan kapang pada substrat menjadi lambat (Sarwono, 2004).

Inokulum tempe dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan atas profil mikroorganisme (Kasmidjo, 1990), yaitu:
Starter yang mengandung lebih dari satu jenis atau lebih jamur tempe dan yang dapat dipastikan juga banyak mengandung bakteri. Starter tradisional (usar) termasuk dalam golongan ini.
Starter murni, yaitu starter yang dibuat dengan menumbuhkan suatu jenis jamur tempe pada substrat yang dimasak. Starter yang dibuat dengan cara ini tentu masih terkontaminasi oleh bakteri, karena perlakuan pemanasan tanpa tekanan terhadap substrat (dimasak). Contoh starter murni adalah starter bubuk buatan LIPI.
Starter kultur murni yang dibuat dengan membiakkan kultur murni R. oligosporus (atau jamur tempe yang baik lainnya) pada substrat yang dihasilkan secara aseptis. Contoh starter jenis ini adalah starter yang disiapkan oleh laboratorium untuk keperluan penelitian.

Menurut Kasmidjo (1990), inokulum tempe dapat diperoleh dengan berbagai cara antara lain:
Berupa tempe dari batch sebelumnya yang telah mengalami sporulasi.
Berupa tempe segar yang dikeringkan di bawah sinar matahari.
Sebagai biakan murni R. oligosporus yang disiapkan secara aseptis oleh lembaga riset atau lembaga pendidikan.
Usar, merupakan inokulum tempe yang dibuat dari kedelai yang telah diberi ragi dan diletakkan diantara dua lapis daun waru atau daun jati.

Beberapa persyaratan atas kualitas jamur tempe yang baik untuk digunakan sebagai starter tempe antara lain:
Memiliki persentase perkecambahan spora yang tinggi segera setelah diinokulasikan dan mampu memproduksi spora dalam jumlah banyak.
Pertumbuhan miselia setelah inokulasi harus kuat, lebat, berwarna putih bersih, memiliki aroma spesifik tempe yang enak, dan tidak mengalami sporulasi terlalu awal (Kasmidjo, 1990)

Menurut Rahman (1992), untuk menghasilkan tempe yang baik, jumlah sel hidup yang terdapat dalam inokulum adalah berkisar antara 106-109 koloni/gram.

Menurut Suprapti (2003), ragi tempe yang akan digunakan harus benar-benar kering sehingga siap berperan sebagai bibit kapang yang baru. Ragi yang belum benar-benar kering apabila disimpan akan menggumpal dan ditumbuhi spora jamur perusak. Ragi tempe harus dihasilkan dengan tingkat kekeringan yang tinggi. Penyimpanan ragi harus dilakukan dalam wadah yang kedap air dan udara agar tidak tercemar. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979), penyimpanan inokulum harus dilakukan pada temperatur dan kelembaban yang rendah agar potensi tumbuh ragi tidak menurun. Penyimpanan inokulum tempe dapat dilakukan pada suhu 5-100C dalam plastik tertutup. Inokulum tempe yang disimpan pada suhu kamar dapat bertahan selama 12 – 14 minggu dan setelah itu jumlah spora dalam inokulum tempe akan menurun drastis.

Sumber :
http://permimalang.wordpress.com/2009/09/05/inokulum-tempe/
5 September 2009

Awas Ada Tempe 'Aspal'!!

Jika Anda memilih tempe sebagai menu andalan untuk suguhan tamu. Jangan sampai salah pilih. Gara-gara tempe mahal, kini dijual tempe 'aspal'. Supaya tak salah pilih, cermati info lengkap soal jenis-jenis tempe berikut ini.

Tempe Kacang Kedelai: Tempe ini dibuat dari kacang kedelai kuning yang sudah dikupas kulit arinya dan dikukus. Setelah agak dingin diaduk dengan ragi tempe atau laru tempe dan didiamkan semalam atau lebih hingga muncul kapang atau jamur yang berwarna putih di seluruh biji kedelai. Kini, karena kedelai mahal, tempe dibuat dengan campuran ampas tahu. Perbandingannya sampai 1:1 dalam pemakaian kacang kedelai dan ampas tahu. Setelah jadi, sekilas tampak sama tetapi setelah dipotong atau ditekan akan terlihat bedanya. Tempe yang memakai campuran ampas tahu akan empuk, lembut saat ditekan. Jika dipotong pada penampang akan terlihat sebaran biji kedelai yang tidak rapat, di sela-selanya ada ampas tahu yang berjamur putih. Tempe kedelai asli sebaliknya. Jika ditekan keras dan saat dipotong akan terlihat sebaran biji kedelai yang sangat rapat. Biasanya tempe 'aspal' dijual dengan harga sama atau tidak naik harga.

Tempe Non Kacang Kedelai. Kecuali kacang kedelai, masyarakat di Jawa sering mengolah ampas tahu menjadi tempe. Proses pembuatannya sama dengan tempe juga memakai ragi. Setelah dicetak dalam bilah bambu, dan tumbuh jamur warnanya putih. Tempe ini empuk mirip busa karet kalau ditekan dan dipotong. Harganya sangat murah. Tempe dari limbah minyak kacang tanah dikenal dengan sebutan tempe bungkil. Tempe ini cukup bagus karena kandungan proteinnya cukup tinggi. Di daerah Banyumas dikenal jenis tempe bongkrek yang dibuat dari bungkil kelapa, ampas produksi minyak kelapa. Tempe Benguk merupakan jenis tempe yang dibuat dari biji kaang kara benguk yang besar-besar. Pembuatan tempe ini agak rumit karena harus dipastikan raun pada biji kara benguk benar-benar hilang. Di daerah Solo dan Yogyakarta dikenal jenis tempe lamtoro yang dibuatd ari biji kacang lamtoro. Kecuali itu ada juga tempe jenis lain dari biji kecipir, kacang tunggak, buncis dan turi.

Menyimpan: Jika tak habis diolah, tempe segar yang masih berbungkus daun atau plastik bisa disimpan dalam lemari es. Bungkus tempe dengan plastik lalu taruh dalam lemari es. Tempe bisa tahan hingga 3 hari.

Segar dan Hangat : Pastikan tempe yang Anda beli berkualitas bagus. Tempe yang segar memiliki lapisan jamur yang berwarna putih merata, tidak ada bagian yang basah atau kecokelatan. Sajikan olahan tempe dalam keadaan hangat atau baru diolah agar dapat memperoleh manfaat gizi yang optimal. ( dev / Odi )

Sumber :
Odilia Winneke
http://food.detik.com/index.php/detik.read/tahun/2008/bulan/01/tgl/24/time/102014/idnews/883336/idkanal/291
24 Januari 2008

Tempe

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".

Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.

Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam.

Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten).


Pembuatan

Tempe berbungkus daun pisang yang dijual di pasar tradisional Indonesia

Terdapat berbagai metode pembuatan tempe.[1][2] Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan, perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan fermentasi.[3]

Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman.

Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.

Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis[4], asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun.

Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.

Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia).[4][5] Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.

Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk.

Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20°C–37°C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.


Sejarah dan perkembangan

Asal-usul

Tempe berwarna keputih-putihan akibat hifa kapang yang melekatkan biji-biji kedelai.

Tidak seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari Cina atau Jepang, tempe berasal dari Indonesia.[6] Tidak jelas kapan pembuatan tempe dimulai. Namun demikian, makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Dalam bab 3 dan bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 (Serat Centhini sendiri ditulis pada awal abad ke-19) telah ditemukan kata "tempe", misalnya dengan penyebutan nama hidangan jae santen tempe (sejenis masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan. Hal ini dan catatan sejarah yang tersedia lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada mulanya tempe diproduksi dari kedelai hitam, berasal dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa—mungkin dikembangkan di daerah Mataram, Jawa Tengah, dan berkembang sebelum abad ke-16.[5]

Kata "tempe" diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan makanan tumpi tersebut.[7]

Selain itu terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa-Belanda.[8] Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa era Tanam Paksa di Jawa.[9] Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan, seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan sejenis, yaitu koji1 kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus.[10] Selanjutnya, teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air.[5]


Tempe di Indonesia

Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg.[11]

Pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, para tawanan perang yang diberi makan tempe terhindar dari disentri dan busung lapar.[11] Sejumlah penelitian yang diterbitkan pada tahun 1940-an sampai dengan 1960-an juga menyimpulkan bahwa banyak tahanan Perang Dunia II berhasil selamat karena tempe.[12] Menurut Onghokham, tempe yang kaya protein telah menyelamatkan kesehatan penduduk Indonesia yang padat dan berpenghasilan relatif rendah.[9]

Namun, nama 'tempe' pernah digunakan di daerah perkotaan Jawa, terutama Jawa tengah, untuk mengacu pada sesuatu yang bermutu rendah. Istilah seperti 'mental tempe' atau 'kelas tempe' digunakan untuk merendahkan dengan arti bahwa hal yang dibicarakan bermutu rendah karena murah seperti tempe.[13] Soekarno, Presiden Indonesia pertama, sering memperingatkan rakyat Indonesia dengan mengatakan, "Jangan menjadi bangsa tempe."[12] Baru pada pertengahan 1960-an pandangan mengenai tempe ini mulai berubah.

Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an terjadi sejumlah perubahan dalam pembuatan tempe di Indonesia.[14] Plastik (polietilena) mulai menggantikan daun pisang untuk membungkus tempe, ragi berbasis tepung (diproduksi mulai 1976 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan banyak digunakan oleh Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia, Kopti[5]) mulai menggantikan laru tradisional, dan kedelai impor mulai menggantikan kedelai lokal. Produksi tempe meningkat dan industrinya mulai dimodernisasi pada tahun 1980-an, sebagian berkat peran serta Kopti yang berdiri pada 11 Maret 1979 di Jakarta dan pada tahun 1983 telah beranggotakan lebih dari 28.000 produsen tempe dan tahu.

Standar teknis untuk tempe telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia dan yang berlaku sejak 9 Oktober 2009 ialah SNI 3144:2009. Dalam standar tersebut, tempe kedelai didefinisikan sebagai "produk yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas tempe".[15]


Tempe di Luar Indonesia

Tempe dikenal oleh masyarakat Eropa melalui orang-orang Belanda.[10] Pada tahun 1895, Prinsen Geerlings (ahli kimia dan mikrobiologi dari Belanda) melakukan usaha yang pertama kali untuk mengidentifikasi kapang tempe.[8] Perusahaan-perusahaan tempe yang pertama di Eropa dimulai di Belanda oleh para imigran dari Indonesia.

Melalui Belanda, tempe telah populer di Eropa sejak tahun 1946. Sementara itu, tempe populer di Amerika Serikat setelah pertama kali dibuat di sana pada tahun 1958 oleh Yap Bwee Hwa, orang Indonesia yang pertama kali melakukan penelitian ilmiah mengenai tempe.[12] Di Jepang, tempe diteliti sejak tahun 1926 tetapi baru mulai diproduksi secara komersial sekitar tahun 1983.[16] Pada tahun 1984 sudah tercatat 18 perusahaan tempe di Eropa, 53 di Amerika, dan 8 di Jepang. Di beberapa negara lain, seperti Republik Rakyat Cina, India, Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia, Amerika Latin, dan Afrika, tempe sudah mulai dikenal di kalangan terbatas.[17]


Khasiat dan Kandungan Gizi

Tempe dapat diolah menjadi berbagai jenis masakan, misalnya tumis tempe dan buncis ini.

Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.[11]

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.

Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.

Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).

Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe.

Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 g nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita.


Asam Lemak

Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya.

Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.


Vitamin

Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).

Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.

Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.


Mineral

Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe.

Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.


Antioksidan

Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.

Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium.

Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini.

Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.


Tempe bukan kedelai

Selain tempe berbahan dasar kacang kedelai, terdapat pula berbagai jenis makanan berbahan bukan kedelai yang juga disebut tempe. Terdapat dua golongan besar tempe menurut bahan dasarnya, yaitu tempe berbahan dasar legum dan tempe berbahan dasar non-legum.[18]

Tempe bukan kedelai yang berbahan dasar legum mencakup tempe koro benguk (dari biji kara benguk, Mucuna pruriens L.D.C. var. utilis, berasal dari sekitar Waduk Kedungombo), tempe gude (dari kacang gude, Cajanus cajan), tempe gembus (dari ampas kacang gude pada pembuatan pati, populer di Lombok dan Bali bagian timur), tempe kacang hijau (dari kacang hijau, terkenal di daerah Yogyakarta), tempe kacang kecipir (dari kecipir, Psophocarpus tetragonolobus), tempe kara pedang (dari biji kara pedang Canavalia ensiformis), tempe lupin (dari lupin, Lupinus angustifolius), tempe kacang merah (dari kacang merah, Phaseolus vulgaris), tempe kacang tunggak (dari kacang tunggak, Vigna unguiculata), tempe kara wedus (dari biji kara wedus Lablab purpures), tempe kara (dari kara kratok, Phaseolus lunatus, banyak ditemukan di Amerika Utara), dan tempe menjes (dari kacang tanah dan kelapa, terkenal di sekitar Malang).

Tempe berbahan dasar non-legum mencakup tempe mungur (dari biji mungur, Enterolobium samon), tempe bongkrek (dari bungkil kapuk atau ampas kelapa, terkenal di daerah Banyumas), tempe garbanzo (dari ampas kacang atau ampas kelapa, banyak ditemukan di Jawa Tengah), tempe biji karet (dari biji karet, ditemukan di daerah Sragen, jarang digunakan untuk makanan), dan tempe jamur merang (dari jamur merang).


Catatan

1: Koji adalah nama makanan tersebut di dalam bahasa Jepang.


Referensi
1. ^ Shurtleff, W. & A. Aoyagi (1986), Tempeh production: a craft and technical manual (2nd ed.), Lafayette: The Soyfoods Center, ISBN 0933332238 (lihat di Penelusuran Buku Google)
2. ^ Steinkraus, K. H. (Penyunting) (1996), Handbook of indigenous fermented foods (2nd ed.), New York: Marcel Dekker, Inc., ISBN 0824793528 (lihat di Penelusuran Buku Google)
3. ^ Hermana & Karmini, M. (1999) The Development of Tempe Technology. Di dalam Agranoff, J (editor dan penerjemah), The Complete Handbook of Tempe: The Unique Fermented Soyfood of Indonesia, hlm. 80–92. Singapura: The American Soybean Association.
4. ^ a b Steinkraus, K. H. (Penyunting) (1996), hlm. 18 (lihat di Penelusuran Buku Google)
5. ^ a b c d Astuti, M. (1999) History of the Development of Tempe. Di dalam Agranoff, J., hlm. 2–13.
6. ^ Huang, H. T. (2000). Science and Civilisation in China, Volume VI:5. Cambridge: Cambridge University Press, hlm. 342. ISBN 0521652707. (lihat di Penelusuran Buku Google)
7. ^ Syarief, R.; dkk. (1999). Wacana Tempe Indonesia. Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala, hlm. 2. ISBN 979-8142-16-0.
8. ^ a b Shurtleff, W. & A. Aoyagi (2001), The Book of Tempeh (2nd ed.), Berkeley: Ten Speed Press, ISBN 1580083358 (lihat di Penelusuran Buku Google)
9. ^ a b Onghokham, "Tempe: Sumbangan Jawa untuk Dunia", Kompas
10. ^ a b TopCultures Tempeh History. Diakses pada 19 November 2009
11. ^ a b c Astawan, M. (3 Juli 2003), "Tempe: Cegah Penuaan & Kanker Payudara..!", Kompas
12. ^ a b c Shurtleff, W. & A. Aoyagi (2001), hlm. 147 (lihat di Penelusuran Buku Google)
13. ^ Kodiran (1999) Socio-Cultural Aspects of Tempe in Indonesia. Di dalam Agranoff, J., hlm. 16–19.
14. ^ Shurtleff, W. & A. Aoyagi (2001), hlm. 148 (lihat di Penelusuran Buku Google)
15. ^ SNI 3144:2009. Tempe kedelai. Badan Standardisasi Nasional. Diakses pada 2 Desember 2009
16. ^ Shurtleff, W. & A. Aoyagi (2001), hlm. 153 (lihat di Penelusuran Buku Google)
17. ^ Karyadi, D. (1999) The Development of Tempe Across Five Continents. Di dalam Agranoff, J., hlm. 21–25.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe
18. ^ Syarief, R.; dkk. (1999) hlm. 4-7.

Senin, 04 Januari 2010

Tempe, Sumber Antioksidan dan Antibiotika

Dari kelas bawah, tempe terangkat menjadi makanan primadona yang kaya gizi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.

Rujukan pertama mengenai tempe ditemukan pada tahun 1875. Bahkan dalam manuskrip serat Centini telah ditemukan kata tempe.

Hal ini menunjukkan bahwa makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Selanjutnya teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air.

Saat ini tempe telah merambah ke lima benua. Melalui Belanda, tempe telah populer di Eropa sejak tahun 1946. Pada tahun 1984 sudah tercatat 18 perusahaan tempe di Eropa, 53 di Amerika, dan 8 di Jepang. Di beberapa negara lain, seperti Cina, India, Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia, Amerika Latin, dan Afrika, tempe sudah mulai dikenal di kalangan terbatas.

Produsen Terbesar
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50 persen dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40 persen tahu, dan 10 persen dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg.

Perhatian yang begitu besar terhadap tempe sebenarnya telah dimulai sejak zaman pendudukan Jepang di Indonesia. Pada saat itu, para tawanan perang yang diberi makan tempe terhindar dari disentri dan busung lapar.

Kini telah diketahui bahwa tempe sebagai makanan tradisional berpeluang dan berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga telah diketahui mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.

Semua Umur
Komposisi gizi tempe dibandingkan dengan kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel terlihat bahwa kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah.

Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.

Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya. Lebih lanjut tentang mutu gizi tempe dibandingkan dengan kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.

Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).

Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe.

Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 gram nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita.

Sumber Vitamin B
Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids = PUFA) meningkat jumlahnya.

Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam lemak oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.

Dua kelompok vitamin yang terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial.

Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (thiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin). Vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat.

Vitamin B12 kenaikannya paling mencolok pada pembuatan tempe, sehingga menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.

Keberadaan vitamin B12 dalam tempe sangat istimewa. Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani, tetapi tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian).
Vitamin B12 sangat diperlukan dalam pembentukan sel-sel darah merah. Kekurangan vitamin ini mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Gejala yang ditimbulkan dari gangguan ini adalah pucat, sakit perut, dan berat badan menurun.

Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.

Tempe bukan saja sebagai sumber protein, tetapi juga mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol.

Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, seng) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh. Jumlah mineral zat besi, tembaga, dan seng berturut-turut adalah 9,39, 2,87, dan 8,05 mg setiap 100 gram tempe. Dengan mengonsumsi tempe secara teratur akan menghindarkan seseorang dari anemia akibat kekurangan zat gizi besi.

Cegah Kanker Payudara
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan, sehingga sangat reaktif dan dapat menyebabkan tumor, kanker, penuaan, dan kematian sel. Radikal bebas dapat berasal dari makanan sehari-hari yang kita makan atau reaksi yang terjadi di dalam tubuh. Adanya antioksidan dalam makanan akan mencegah terbentuknya radikal bebas tersebut.

Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4 trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai.
Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium.

Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan phytoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.

Penuaan (aging) merupakan suatu proses yang secara normal terjadi di dalam tubuh. Proses penuaan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu gizi, radikal bebas, sistem kekebalan tubuh, dan sebagainya. Proses penuaan dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup.

Mengingat tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini. Jadi dapat dikatakan bahwa makan tempe membuat awet muda. 

Sumber:

Prof. DR. Ir. Made Astawan, MS. Dosen Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, IPB

Tabloid Senior Minggu IV, tanggal 26 Juni 2003, dalam :

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1057040274,54505,

Cara Pembuatan Tempe

Jangan Meremehkan Otak Tempe!

“Kenapa sih suka banget sama tempe?”… Begitulah pertama kali istri saya menanyakan pada saya, mengenai makanan favorit. Maklum waktu itu kami baru saja menikah sehingga istri saya belum mengetahui apa saja makan favorit saya. Kebetulan cara pernikahan kami tanpa proses yang panjang dan rumit. Pernikahan kami sederhana saja. Dipertemukan oleh kedua orang tua, saling berkenalan, saling suka dan menerima, dua hari kemudian kami langsung ijab qobul di depan penghulu, wali dan para saksi, dan resmilah kami menikah. Jadi seperti cerita Siti Nurbaya ya?…tapi yang ini tanpa paksaan koq, semuanya bisa saling menerima, ya mungkin lebih mirip skenario film Ayat-ayat Cinta atau Ketika Cinta Bertasbih. Ada yang belum menonton?…sebaiknya yang belum menonton bisa segera nonton, banyak pelajaran yang bisa diambil. Bukan promosi lho ya…

Akan tetapi saya bukan hendak menceritakan pernikahan kami lho…Saya hanya berkeinginan, bercerita dan sharing soal menu makanan. Ya termasuk tempe itu. Tempe merupakan makanan favorit saya, yang setiap hari hukumnya wajib ada dalam setiap menu yang dihidangkan. Apapun lauk utamanya, tempe pelengkapnya. Tanpa tempe, sepertinya menu makanan yang seenak apapun sepertinya hambar. Itu sepertinya sudah terpatri dalam otak saya kalau berbicara soal menu makanan.

Sekarang mari kita selidiki, apa saja sih kandungan yang terdapat dalam sebuah tempe. Simak baik-baik ya…

Di dalam sebuah tempe terdapat nilai gizi seperti kadar vitamin B2, vitamin B12, niasin, dan asam pantorenat. Bahkan hasil analisis, gizi tempe menunjukkan kandungan niasin sebesar 1.13 mg/100 gram berat tempe yang dapat dimakan. Kandungan ini meningkat kurang lebih 2 kali lipat setelah kedelai difermentasi menjadi tempe. Kandungan nilai gizi tempe juga jauh lebih baik dibandingkan kedelai biasa. Kandungan asam amino bebasnya lebih tinggi 24 kali lipat. Nilai serat, vitamin B kompleks, efisiensi protein, dan nilai asam lemak bebasnya juga lebih baik. Kadar zat besinya tinggi, yaitu 4 mg/100 gram.

Kandungan nutrisi yang terdapat di dalam tempe sangatlah tinggi. Tempe dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan asam amino, seperti tryptophan, threonin, isolusin, valin, dan histidin. Tempe juga mengandung vitamin B12.

Keunggulan yang dikandung dalam tempe adalah sebagai berikut:

1. Sumber antioksidan yang mengandung isoflavon aglikon sebagai pencegah kanker.

2. Hipokolesterolemik, menurunkan lipid atau lemak dalam darah.

3. Sumber vitamin B.

4. Mengandung vitamin B12. Vitamin tersebut umumnya terdapat dalam produk hewani tapi tidak dijumpai pada makanan nabati, seperti sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian.

5. Mengandung delapan macam asam amino esensial dan asam lemak tidak jenuh.

6. Mengandung serat tinggi.

7. Anti infeksi. Hasil survey menunjukkan bahwa tempe mengandung senyawa anti bakteri yang diproduksi oleh karang tempe (R. Oligosporus) merupakan antibiotika yang bermanfaat meminimalkan kejadian infeksi.

8. Daya hipokolesterol. Kandungan asam lemak jenuh ganda pada tempe bersifat dapat menurunkan kadar kolesterol.

9. Mencegah masalah gizi ganda (akibat kekurangan dan kelebihan gizi) beserta berbagai penyakit yang menyertainya, baik infeksi maupun degeneratif.

10. Mencegah timbulnya hipertensi.

11. Kandungan kalsiumnya yang tinggi, tempe dapat mencegah osteoporosis.

12. Mudah dicerna oleh semua kelompok umur, dari bayi sampai usia lanjut.


Masih banyak juga manfaat yang dapat diperoleh dari mengkonsumsi tempe, salah satunya untuk wanita.

Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan phytoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat, payudara dan penuaan (aging).

Hal ini diperkuat dengan riset yang dilakukan staf pengajar Fakultas Kedokteran Undip Semarang, Dr dr Prasetyowati SpKK yang menguji sekitar 30 responden wanita yang diminta mengkonsumsi kapsul berisi ekstrak isoflavon kedelai tempe selama tiga bulan.

Menurut Prasetyowati hormon ekstrogen dalam isoflavon kedelai bisa menghambat penuaan. Selain itu mengonsumsi kedelai untuk menjaga kecantikan selain murah juga aman, dibanding bahan kimiawi yang menjanjikan hasil cepat namun beresiko. Dari hasil yang dicatat, ternyata kulit wanita mengkonsumsi kapsul berisi ekstrak isoflavon kedelai tempe selama tiga bulan lebih kenyal dibandingkan dengan responden yang tidak diberi ekstrak isoflavon.

Masih menurut Prasetyowati, wanita paruh baya setiap harinya paling tidak membutuhkan 50-100 miligram isoflavon. Bila setiap 60 gram tempe mengandung 10 mg isoflavon, maka perempuan pada usia senja harus lebih banyak mengonsumsi tahu dan tempe.

Tempe yang mengandung isoflavon bukan hanya berguna bagi wanita, sekaligus bisa juga mencegah kanker prostat pada pria. Jadi, wanita dan pria yang memasuki usia 40 tahuan, disarankan lebih banyak makan tahu dan tempe yang kaya akan isoflavon.

Jika kita mengonsumsi tempe setiap hari, hal itu dapat memenuhi 62% protein yang dibutuhkan oleh tubuh, 35% riboflavin, 34% magnesium, 108% mangan, dan 46% tembaga. Selain itu, tempe hanya mengandung 3,7 gram lemak jenuh dan kurang dari 329 kilo kalori. 

So, Sudahkah anda mengkonsumsi tempe hari ini?…Kalau belum mari makan siang bersama saya. Dan tentu saja menu hidangannya adalah TEMPE.


Sumber :

Vino Warsono

http://kesehatan.kompasiana.com/2009/10/26/jangan-meremehkan-otak-tempe/

26 Oktober 2009

Tempe, dari Jawa untuk Dunia

Sudah banyak tulisan mengenai khasiat tempe, makanan favorit saya ini. Pak Vino Warsono juga sudah pernah menulis tentang khasiat tempe di forum kompasiana ini (lihat http://kesehatan.kompasiana.com/2009/10/26/jangan-meremehkan-otak-tempe/). Cuma tampaknya masih jarang yang menulis tentang sejarah tempe ini. Setelah membuka-buka arsip yang saya miliki, saya menemukan tulisan Dr Onghokham di Kompas, 1 Januari 2000 yang berjudul “Tempe, Sumbangan Jawa Untuk Dunia”. Banyak yang menarik dalam tulisan tersebut yang mau saya bagikan kepada Anda.

Kacang kedelai sudah dikenal di Cina sejak 5.000 tahun yang lalu. Produk turunannya, yaitu tahu kemungkinan juga sudah dikenal di Cina ratusan bahkan mungkin ribuan tahun yang lalu. Menurut Onghokham, tahu telah menyelamatkan kesehatan rakyat Cina, demikian pula tempe telah menyelamatkan rakyat Jawa. Karakteristik Cina yang padat penduduknya hampir mirip dengan Jawa. Di Cina maupun Jawa, tidak ada peternakan sapi atau domba yang luas sehingga seni masaknya berkisar pada hewan peliharaan rumah seperti babi, ayam dan bebek. Di Jawa, pekarangan sangat mewarnai apa yang dihasilkan oleh dapurnya karena itulah kambing, ayam, sayuran, pohon kelapa menjadi bagian terbesar dari seni masak Jawa.

Menurut sejarah, Jawa baru menjadi padat penduduknya pada abad ke 19. Pada tahun 1814, jumlah penduduk Jawa adalah 4,5 juta jiwa, sangat meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Karena itulah kebutuhan bahan makanan hewani menjadi jauh meningkat pada tahun 1810-an.

Sementara itu, orang Eropa baru mengenal kacang kedelai dalam abad ke 19, jadi baru 100 atau 200 tahun yang lalu. Kemungkinan besar penyebaran kedelai secara luas di Jawa adalah dimulai pada abad ke 19 pula. Mengenai tahu, makanan ini dibawa oleh orang Cina ke Jawa yang mungkin sudah ada sejak abad ke 17. Sedangkan tempe adalah makanan asli Jawa yang berkembang di abad ke 19 karena kenaikan jumlah penduduk yang amat tinggi di awal abad ke 19. Di sisi lain meluasnya perkebunan kolonial membuat wilayah hutan menjadi ciut. Ditambah lagi dengan model tanam paksa dengan petani sebagai kuli membuat kesempatan untuk berburu, beternak maupun memancing menjadi jauh berkurang, sehingga makanan orang Jawa menjadi tanpa daging. Kondisi inilah yang memaksa munculnya tempe.

Penemuan tempe ini pasti berkaitan erat dengan produksi tahu di Jawa, hanya penemuannya diperoleh secara kebetulan walau kemudian mendapat respon luas. Catatan tertua tentang tempe adalah Encyclopaedia van Nederlandsch Indie di tahun 1922 yang mencatat tempe sebagai “kue yang terbuat dari kacang kedelai melalui proses peragian dan merupakan makanan kerakyatan (volk’s voedsel)”.

Beberapa teori dikemukakan Dr Onghokham untuk mendukung teori tempe berasal dari Jawa:

Walau sudah tersebar di seluruh Nusantara, menu tempe masih terbatas pada orang Jawa atau kalangan transmigran dari Jawa.

Menu tempe hanya ada di dalam menu Jawa. Pada dahulu kala, menu tempe belum ditemukan di dalam dapur Melayu, Minang, Batak, Bugis maupun Manado.

Selera Jawalah yang cocok dengan tempe. Makanan Jawa pada umumnya dimakan dalam kondisi suhu ruangan yang bagi orang Barat dan Cina pasti akan dikatakan dingin. Karena itulah makanan daging atau tahu harus dimakan saat hangat atau panas. Berbeda dengan tempe yang enak dimakan saat dingin atau panas.

Dr Onghokham juga menulis teori kenapa tempe waktu itu belum dikenal oleh Cina, Korea maupun Jepang walaupun mereka sudah mengenal kacang kedelai dan tahu. Penyebabnya semata-mata adalah perbedaan selera dan budaya. Masakan Cina, Jepang atau Korea terbatas pada tahu sebab tahu dalam berbagai jenis dan mutunya dapat menjadi makanan dengan saus. Saus adalah aspek penting dalam makanan Cina maupun Perancis. Dengan saus, tahu bisa diangkat menjadi masakan yang lezat dan mewah.

Berbeda dengan tempe sebagai kue yang sudah kompak dan dominan rasa kedelainya, sehingga penggunaan saus tidak akan menambah rasa maupun menjadikan tempe lebih mewah atau lebih lezat.

Sayangnya tempe tidak begitu berkembang di negara asalnya, Indonesia. Di Indonesia tempe masih terbatas pada generasi I (seperti tempe saat ini yang kita makan) dan generasi II baru sebatas penelitian, sementara Jepang sudah mengembangkannya sebagai tempe generasi II (dalam bentuk kacang goreng tepung, karinto, abon, miso tempe/tauco). Jerman malah sudah mengembangkan tempe generasi III dimana tempe dijadikan isolasi Superoksida Desmutase untuk mencegah penuaan dini dan penyakit degeneratif lainnya.

Di Indonesia, negeri asal tempe, tempe sampai sekarang belum berkembang luas menjadi alternatif menu di hotel berbintang atau maskapai penerbangan nasional. Sementara menu tempe sudah disajikan di Singapore Airlines dan KLM, juga sudah menjadi trend makanan vegetarian di kalangan selebritas, kaum muda dan kampus di Amerika Serikat, Jepang dan Eropa.

Jepang sendiri mulai bersemangat menggarap tempe saat di tahun 1996 terjadi wabah diare akibat E Coli O-175 yang memakan korban jiwa anak-anak. Sejak itulah mereka menggarap tempe sebagai tempe bakar, tempe tempura, tempe miso, tempe steak, tempe burger dan tempe kroket.

Apa kabar Indonesia ?? Sebagai catatan, sampai saat ini kita mengimpor kedelai 3.453.689,91 ton per tahunnya dengan nilai impor sebesar Rp. 5,95 triliun per tahunnya. Jadi ?!


Sumber pustaka:

Kompas 1 Januari 2000. Tempe, Sumbangan Jawa Untuk Dunia. Oleh Dr. Onghokham.

Kompas 1 Januari 2000. Mukjizat Tempe Untuk Kesejahteraan. Oleh Agnes Aristiarini.
Majalah Gatra, edisi 9 September 2009.



Sumber :

Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan

http://sosbud.kompasiana.com/2009/12/23/serial-otak-indonesia-6-tempe-dari-jawa-untuk-dunia/

23 Desember 2009

Menguak Manfaat Tempe

Siapa yang tak kenal tempe. Makanan hasil fermentasi antara kedelai dengan jamur Rhizopus Oligosporus ini banyak disuka. Rasanya yang lezat, harganya murah dan mudah didapat. Apalagi sepotong tempe mengandung berbagai unsur bermanfaat, seperti karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, enzim, daidzein, genisten, serta komponen antibakteri bermanfaat untuk kesehatan.

Tempe makanan yang sering dijumpai di rumah maupun di warung-warung, sebagai pelengkap hidangan ternyata memiliki kandungan dan nilai cerna yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.

Selain itu, pada tempe juga terjadi peningkatan nilai gizi seperti kadar vitamin B2, vitamin B12, niasin, dan asam pantorenat. Bahkan hasil analisis, gizi tempe menunjukkan kandungan niasin sebesar 1.13 mg/100 gram berat tempe yang dapat dimakan. Kandungan ini meningkat kurang lebih 2 kali lipat setelah kedelai difermentasi menjadi tempe. Karena kadar niasin pada kedelai hanya berkisar 0,58 mg, tempe dapat dikonsumsi dalam tiga bentuk utama.

Pertama, tempe umumnya dikonsumsi dalam bentuk keripik, bacem, atau dimasak bersama campuran sayur. Kedua berbentuk tepung. Ini dapat dimanfaatkan sebagai kandungan pangan yang berguna untuk meningkatkan kadar gizi dan serat, sebagai pengawet alami dan untuk menanggulangi diare pada anak-anak. Ketiga, tempe juga dapat diolah sebagai konsentrat protein, isolat protein, peptida, serta komponen bioaktif lainnya.

Anemia & Osteoporosis

Tempe juga dipercaya dapat mencegah anemia dan osteoporosis, dua penyakit yang bayak diderita wanita, sebab kodrat wanita yang harus mengalami haid, hamil serta menyusui bayi. Penyakit anemia ini dapat menyerang wanita yang malas makan, karena takut gemuk, sehingga persediaan dan produksi sel-sel darah merah dalam tubuh menurun.

Nah, tempe dapat berperan sebagai pemasok mineral, vitamin B12 (yang terdapat pada pangan hewani), dan zat besi yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah. Selain itu, tempe juga dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Senyawa protein, asam lemak PUFA, serat, niasin, dan kalsium di dalam tempe dapat mengurangi jumlah kolesterol jahat.

Cegah Penuaan & Kanker Payudara

Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isofalvon. Seperti halnya vitamin C, E dan karotenoid, isoflavon merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikan bebas. Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4 trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai.

Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus leteus dan Coreyne bacterium. Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan phytoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat, payudara dan penuaan (aging).

Karenanya, cara terbaik untuk mengoptimalkan khasiat tempe bagi tubuh kita adalah dengan mengonsumsinya setiap hari dalam jumlah yang cukup berarti. Agar tak mengalami kebosanan, variasi penggunaan tempe dalam berbagai resep masakan perlu dilakukan. 

Supaya khasiat zat-zat bermanfaat itu tak banyak terbuang dalam proses pemasakan, tempe sebaiknya dimasak dengan menu seperti sup, semur, atau bacem. Cara-cara itu lebih sedikit mengurangi khasiat tempe, ketimbang digoreng. Ternyata besar manfat tempe untuk tubuh kita. Jadi, jangan ragu untuk mengkonsumsi tempe ya!


10 Khasiat Tempe:

a. Protein yang terdapat dalam tempe sangat tinggi, mudah dicerna sehingga baik untuk mengatasi diare.

b. Mengandung zat besi, flafoid yang bersifat antioksidan sehingga menurunkan tekanan darah.

c. Mengandung superoksida desmutase yang dapat mengendalikan radikal bebas, baik bagi penderita jantung.

d. Penanggulangan anemia. Anemi ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin karena kurang tersedianya zat besi (Fe), tembaga (Cu), Seng (Zn), protein, asam folat dan vitamin B12, di mana unsur-unsur tersebut terkandung dalam tempe.

e. Anti infeksi. Hasil survey menunjukkan bahwa tempe mengandung senyawa anti bakteri yang diproduksi oleh karang tempe (R. Oligosporus) merupakan antibiotika yang bermanfaat meminimalkan kejadian infeksi.

f. Daya hipokolesterol. Kandungan asam lemak jenuh ganda pada tempe bersifat dapat menurunkan kadar kolesterol.

g. Memiliki sifat anti oksidan, menolak kanker.

h. Mencegah masalah gizi ganda (akibat kekurangan dan kelebihan gizi) beserta berbagai penyakit yang menyertainya, baik infeksi maupun degeneratif.

i. Mencegah timbulnya hipertensi.

j. Kandungan kalsiumnya yang tinggi, tempe dapat mencegah osteoporosis.


Sumber:

http://www.solusisehat.net dalam :

http://jawaban.com/news/health/detail.php?id_news=070626140546&offx=0